Kemenag Bondowoso hadir memberikan layanan keagamaan, pendidikan, dan pembinaan umat yang profesional, inklusif, dan berintegritas tinggi.

16 October 2025 Berita 30 Views

Wasathiyah, Jalan Tengah yang Menyatukan Umat

Bondowoso (Bimais) – Nilai keikhlasan dan keseimbangan hidup menjadi pesan utama dalam kegiatan Event Implementasi Berbasis Lokasi di Kampung Moderasi Beragama (KMB) yang digelar di Balai Desa Maskuning Kulon, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso, Rabu (16/10/2025).

Acara yang dihadiri oleh Ketua IPARI Bondowoso Imam Huzaini sebagai Moderator, Kepala Desa Maskuning Kulon, serta perangkat desa setempat, menghadirkan dua narasumber inspiratif: KH. Imam Barmawi Burhan, Pengasuh Ponpes Nurul Burhan Badean, dan Sinca Ari Pangestu (Oca), Ketua PWI Bondowoso.

Dalam tausiyahnya, KH. Imam Barmawi menekankan pentingnya menjalani kehidupan dengan keikhlasan dan semangat memberi manfaat bagi sesama.

“Banyak orang bertindak tapi tak mendapat apa-apa. Ada yang amalnya sedikit tapi ikhlas, justru menjadi luar biasa. Kalau satu hari lewat tanpa nilai produktivitas dan manfaat, apa arti umur kita?” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa setiap profesi adalah anugerah dan amanah dari Allah, sehingga harus digunakan dengan sebaik-baiknya.

“Aku ini hamba yang dapat fasilitas dan legalitas, maka gunakanlah dengan baik,” tegasnya.

Lebih lanjut, KH. Imam Barmawi mengulas konsep moderasi beragama (wasathiyah) yang menurutnya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 143.

“Wasathiyah itu bukan konsep baru. Islam sudah menegaskan, umat ini adalah umat yang wasathan—umat pertengahan. Jangan ekstrem ke kanan atau ke kiri, karena sikap seperti itu justru mengganggu keseimbangan,” jelasnya dengan penuh penekanan.

Ia menambahkan, banyak negara lain mengagumi Indonesia karena mampu menjaga kerukunan berkat semangat wasathiyah dan moderasi yang mengakar kuat di tengah masyarakat.

Sementara itu, Sinca Ari Pangestu (Oca) menyoroti pentingnya peran media sosial dalam menyebarkan nilai moderasi beragama.

“Dahsyatnya media sosial bisa menggerakkan masyarakat dengan cepat. Tapi kalau tidak digunakan dengan bijak, masa depan generasi muda bisa terancam,” katanya.

Oca mengaku banyak belajar agama bukan dari pesantren, melainkan dari kanal dakwah digital dan interaksi bersama sahabat-sahabatnya dari kalangan Nahdlatul Ulama.

“Kalau kita salah menyampaikan, bisa salah tafsir. Maka penting bagi yang belum tahu untuk mendapat penjelasan agama yang benar dan mencerminkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini, peserta diajak memahami bahwa moderasi beragama bukan sekadar slogan, tetapi cara pandang dan sikap hidup yang menuntun pada keseimbangan, toleransi, serta kemanfaatan bagi sesama.(tim)